Sabtu (21/11) adalah hari yang “apes” (sial) untukku. Tepat pukul 12.45 wib aku meninggalkan sekolah. Setengah jam lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan ada pembagian rapor sisipan Ulangan Tengah Semester (UTS). Pikiranku campur aduk membayangkan betapa malunya aku dihadapan orang tua karena hasil ulanganku tidak begitu memuaskan. Dan entah apa yang terjadi nanti di rumah.
Aku pulang bersama temanku, namanya Arini. Dia pulang bersamaku karena akan menyelesaikan tugas. Apa yang ada dipikiranku, ternyata ada juga dipikirkannya. “Pusing aku mikirkan rapor” ucapku. “Halah nggak usah dipikir. Aku lho ya nggak ngerti mau ngomong apa” jawab Arini. “Yang penting tetap semangat dan mencoba menjadi yang lebih baik lagi. Ok???” ungkapku. “Ok…ok…ok…” jawab Arini.
Selama perjalanan pulang ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Entah apa itu?? Tapi bukan karena hasil rapor melainkan ada yang lainnya. Tak lama kemudian tepat di pertigaan Jl. Ahmad Yani, sepeda motorku agak oleng. Segera aku menghentikan laju sepeda dan menepi. Ternyata ban sepeda motorku yang belakang bocor. Sudah hampir lima kali aku menambalkan ban. Karena disekitar tidak ada tukang tambal ban, maka kami harus berjalan menuju tempat tambal ban yang berjarak ± 8 meter. “Lha ya, cantik-cantik kog dorong sepeda?” celetukku. “Lha ya tow….” Jawab Arini. Kemudian kami meledaklah tawa kami.
Setelah sampai di tukang tambal ban, ada satu problem lagi yang terjadi. Aku mengambil dompet di tas, ternyata hanya ada satu lembar uang seribu. “Kamu bawa uang nggak?” tanyaku. “Lha, uangku kamu pinjam buat bayar pulsa gitu” jawab Arini. “Oh ya, lha trus ini gimana kalo bayar?” ucapku bingung. Arini hanya menjawab dengan gelengan kepala. Aku segera memutar otak untuk mencari jalan keluar. Setelah melihat Arini membawa hp, aku menemukan ide. Aku segera mengirimkan pesan kepada saudaraku untuk mengambilkan uang di rumahku. Akhirnya tak lama kemudian, saudaraku segera dating dan memberikan uang. Aku segera memberikan uang itu kepada bapak tukang tambal. Dan kamipun segera pulang. “Sudah jatuh tertimpa tangga pula” celetuk Arini. Benar-benar hari yang apes (sial).
Aku pulang bersama temanku, namanya Arini. Dia pulang bersamaku karena akan menyelesaikan tugas. Apa yang ada dipikiranku, ternyata ada juga dipikirkannya. “Pusing aku mikirkan rapor” ucapku. “Halah nggak usah dipikir. Aku lho ya nggak ngerti mau ngomong apa” jawab Arini. “Yang penting tetap semangat dan mencoba menjadi yang lebih baik lagi. Ok???” ungkapku. “Ok…ok…ok…” jawab Arini.
Selama perjalanan pulang ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Entah apa itu?? Tapi bukan karena hasil rapor melainkan ada yang lainnya. Tak lama kemudian tepat di pertigaan Jl. Ahmad Yani, sepeda motorku agak oleng. Segera aku menghentikan laju sepeda dan menepi. Ternyata ban sepeda motorku yang belakang bocor. Sudah hampir lima kali aku menambalkan ban. Karena disekitar tidak ada tukang tambal ban, maka kami harus berjalan menuju tempat tambal ban yang berjarak ± 8 meter. “Lha ya, cantik-cantik kog dorong sepeda?” celetukku. “Lha ya tow….” Jawab Arini. Kemudian kami meledaklah tawa kami.
Setelah sampai di tukang tambal ban, ada satu problem lagi yang terjadi. Aku mengambil dompet di tas, ternyata hanya ada satu lembar uang seribu. “Kamu bawa uang nggak?” tanyaku. “Lha, uangku kamu pinjam buat bayar pulsa gitu” jawab Arini. “Oh ya, lha trus ini gimana kalo bayar?” ucapku bingung. Arini hanya menjawab dengan gelengan kepala. Aku segera memutar otak untuk mencari jalan keluar. Setelah melihat Arini membawa hp, aku menemukan ide. Aku segera mengirimkan pesan kepada saudaraku untuk mengambilkan uang di rumahku. Akhirnya tak lama kemudian, saudaraku segera dating dan memberikan uang. Aku segera memberikan uang itu kepada bapak tukang tambal. Dan kamipun segera pulang. “Sudah jatuh tertimpa tangga pula” celetuk Arini. Benar-benar hari yang apes (sial).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar