Pagi ini aku kembali...ke tempat pertama kali aku merasakan
indahnya jatuh cinta, nikmatnya dicintai, bahagianya mencintai, berdebar yang
luar biasa, dan sejuta cerita yang tak akan sanggup untuk dilupakan dalam
sekejap. Itu semua berawal ketika kamu menyelinap masuk dalam dunia kecilku.
Kayangan Api, 30 Januari
2011
Dingin angin malam menggugah hatiku untuk tidak melewatkan
malam ini begitu saja. Ditemani suara api yang terdengar membara membuat
suasana menjadi hangat. Tiap akhir bulan sekolah kami selalu mengadakan acara
camp seperti ini. Sekarang kami sedang berada di tempat parawisata andalan kota
kami. Kayangan api. Terletak pada posisi yang sangat strategis yaitu
dikelilingi oleh hutan-hutan yang dilindungi dan bebas dari pencemaran polusi.
Langit malam ini sempurna. Bintang saling bertukar cahaya.
Sang rembulan juga terlihat sangat anggun di angkasa. Aku menutup mata dan
merasakan hembusan angin malam. Tanpa aku sadari sepasang mata mengawasiku dari
kejauhan. Perlahan aku mendengar langkah kaki seseorang mendekat. Dan beberapa
saat kemudian ku rasakan sentuhan lembut di pundakku.
Dia adalah teman sekelasku. Kami tidak begitu dekat
sebelumnya. Namun, beberapa minggu ini aku terus bersama dia karna beberapa
hal. Mungkin karna kami ada di dalam satu organisasi sekolah yang sama.
Intensitas pertemuan yang semakin sering juga menjadi alasanku untuk
memperhatikan dia lebih dari porsinya. Namanya Reihan. Kalo menurutku dia tidak
cakep tapi enak buat dipandang. Kalo kata teman-teman “nggak boseni”. Sikapnya
yang ramah membuat setiap orang yang ada disampingnya merasa nyaman. Seperti
aku yang betah lama-lama ada didekatnya.
“Gak kerasa ya bentar lagi udah mau lulus” kata Reihan
membuyarkan lamunanku.
“Iya. Ketemu dunia baru, ketemu teman-teman baru, dan ketemu
petualang baru” jawabku gugup.
“Kita sering banget ngobrol berdua kayak gini ya ? Kenapa
aku seneng banget ya deket kamu ?” tanyanya dan membuatku kehilangan suara.
Beberapa menit kemudian semuanya terdiam. Membiarkan suara
alam sekitar mengalun. Kami menatap satu titik yang sama. Api yang ada di depan
mata kami. Begitu sangat membara. Seperti cinta yang mulai membara diantara
kami.
Tanpa aku duga secepat ini dia mengatakannya. Aku tahu dia
baru saja putus dengan pacarnya beberapa minggu yang lalu. Persis sebelum kami
kenal begitu dekat. Padahal mereka sudah pacaran hampir tiga tahun. Entah ada
masalah apa hingga mereka memutuskan untuk jalan masing-masing. Tapi aku tak
memungkiri kalo aku juga merasakan hal yang sama. Selalu ada yang kurang ketika
aku tak melihatnya setiap hari.
“Kasih aku
satu alasan kenapa aku harus nerima kamu ?” tanyaku tegas. Aku tak mau hanya
menjadi tempat pelarian semata.
“Tak ada
alasan untuk tidak mencintaimu” terangnya singkat.
Deg...benar ! Kita tidak perlu punya banyak alasan untuk
mencintai sesuatu. Semakin banyak alasan yang diberikan maka semakin dia tidak
tulus untuk mencintai. Apakah secepat itu ? Pertanyaan itu masih selalu
mengganggu. Tapi, aku juga merasakan hal yang sama seperti yang dia rasakan.
Dan aku putuskan untuk merasakan menjadi manusia lengkap. Mencintai dan
dicintai, memiliki dan dimiliki. Api abadi menjadi saksi bisu kisah cinta yang
mulai terajut diantara kami.
By: @diantika_
Pengalaman adalah guru terbaik
Fiksi adalah cerminan hati yang termodifikasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar